Sabtu, 04 Mei 2013


BAB I
PENDAHULUAN


1.1.  Latar belakang
Sumberdaya alam utama yaitu tanah dan air pada dasarnya merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, namun mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Kerusakan tanah dapat terjadi oleh (1) kehilangan unsur tanah dan bahan organik di daerah perakaran, (2) terkumpulnya garam di daerah perakaran, (3) penjenuhan tanah oleh air, dan (4) erosi. Kerusakan tanah  tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman (Suripin, 2004).
Bahaya erosi yang telah menurunkan produktivitas tanah merupakan masalah utama dari tahun ke tahun tetap harus dihadapi oleh pemerintah. Bahaya erosi yang menimpa lahan-lahan pertanian serta penduduk sering terjadi pada lahan-lahan yang memiliki kelerengan sekitar 15% keatas. Bahaya ini disebabkan  selain oleh perbuatan manusia yang mementingkan pemuasan kebutuhan diri sendiri, juga dikarenakan pengelolaan tanah dan pengairannya yang keliru (Asdak, 2002).
Untuk mengidentifikasi tingkat bahaya erosi, model yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan model USLE (Universal Soil Loss Equation). Model USLE mempertimbangkan beberapa faktor dalam kajian erosi seperti faktor erosivitas hujan, faktor erodibilitas tanah, faktor panjang dan kemiringan lereng, faktor penutupan dan manajemen tanaman, dan faktor tindakan konservasi tanah (Arsyad, 2010).
Model yang banyak berkembang saat ini adalah model yang menggunakan fasilitas Sistem Informasi Geografis (SIG) yang merupakan suatu sistem (berbasis komputer) yang digunakan untuk menyimpan dan memproses informasi-informasi spasial. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objek-objek dan fenomena-fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting untuk dianalisis (Anonim, 2011a).
.
1.2.  Tujuan penyusunan makalah
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah agar kita mengetahui apa itu Erodibilitas tanah, bagaimana proses itu terjadi, cara menghitung, dan penanggulangannya agar menekan terjadinya erodibilitas tanah tersebut.
1.3.  Manfaat penyusunan makalah
Penyusunan makalah ini sangat membantu kita dalam perkebunan nantinya yaitu saat kita membuka lahan agar tidak terjadi permasalahan dalam prosesnya. Disamping itu, menambah wawasan adalah manfaat lain dari penyusunan makalah ini khususnya dalam ilmu konservasi tanah dan air.
1.4.  Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang penulis lakukan yaitu mencari bahan di internet dan menyusunnya menjadi sebuah makalah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


Indeks kepekaan tanah terhadap erosi atau erodibilitas tanah merupakan jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah tanpa tanaman, tanpa usaha pencegahan erosi pada lereng 9 % dan panjang 22 m. Kepekaan tanah terhadap erosi dipengaruhi oleh tekstur tanah (terutama kadar debu +pasir halus), bahan organik, struktur dan permeabilitas tanah (Hardjowigeno, 2003).
Erodibilitas tanah (ketahanan tanah) dapat ditentukan dengan aturan rumus menurut, perhitungan nilai K dapat dihitung dengan persamaan Weischmeier, et all, (1971)

K = 1,292{ 2,1 M 1,14 (10 -4) (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)} /100

Dimana :
M = ukuran partikel (% pasir sangat halus+ % debu x (100-% liat)
% pasir sangat halus = 30 % dari pasir (Sinukaban dalam Sinulingga,1990)
            a = kandungan bahan organik (% C x 1,724)
b = harkat struktur tanah
c = harkat permeabilitas tanah

Erodibilitas tanah juga dapat dapat diduga dengan menggunakan nomograph. Sifat-sfat tanah yang menentukan besarnya nilai K berdasarkan Nomograph tersebut adalah (1) Persen kandungan debu dan pasir halus, (2) Persen Kandungan pasir, (3) Persen bahan kandungan bahan organik (4) Struktur tanah, (5) Permeabilitas tanah. Untuk itu diperlukan angka hasil penetapan sifat- sifat tanah seperti tekstur dengan 4 fraksi ( pasir kasar, pasir halus, debu, dan liat ) dan bahan organik tanah sedangkan struktur dan permeabilitas ditetapkan berdasarkan hasil pengamatan pada profil tanah yang dapat digambar dalam Nomograph.





   
Gambar . Nomograph Erodibilitas Tanah (K)
Lee dalam Katasaepotra, dkk (1985) mengatakan bahwa dalam pengelolaan tanah dan penggunaan tanah itu untuk pertanaman, permukaan tanah harus dipilih dengan hati-hati, apakah terdapat erodibilitas yang tinggi atau rendah demikian juga panjangnya larikan-larikan tanah yang miring harus dibatasi apabila erosi dan pencucian tanah-tanah yang dilarutkan itu hendak dibatasi. Kepekaan tanah terhadap daya menghancurkan dan penghanyutan oleh air curahan hujan disebut erodibilitas. Jika erodibilitas tanah tersebut tinggi maka tanah itu peka atau mudah terkena erosi dan jika erodibilitas tanah itu rendah berarti daya tahan tanah itu kuat atau resisten terhadap erosi.
Untuk menentukan nilai erodibilitas tanah Boycous dalam Rahim (2000) telah menemukan pada sekitar tahun 1935–an tentang The Clay Ratio as a Criterium Suspectibility of Soil to Erosion kita mendapatkan persamaan sebagai berikut

           

Dimana :
E       = erodibilitas
Sand = pasir
Silt    = debu
Clay  = liat
Adapun penetapan nilai erodibilitas (K) tanah- tanah yang ada di Indonesia dapat disajikan pada Tabel .
 Klasifikasi Kelas Erodibilitas Tanah-Tanah.

Kelas
Nilai K
Tingkat Erodibilitas
1.
0,00 -0,10
Sangat rendah
2.
0, 11 -0,21
Rendah
3.
0,22- 0,32
Sedang
4.
0,33 -0,44
Agak tinggi
5.
0,45 -0,55
Tinggi
6.
0,56 -0,64
Sangat Tinggi
Sumber : Arsyad (2006).

Faktor erodibilitas menunjukkan kemudahan tanah mengalami erosi, semakin tinggi nilainya semakin mudah tanah tererosi. Tingginya faktor erodibilitas antara satu tempat dengan yang lainnya disebabkan kondisi tekstur tanahnya yaitu rendahnya tekstur liat, tingginya persentase pasir sangat halus dan debu jika dibandingkan tanah lokasi yang satu. Menurut Morgan (1986) tekstur berperan dalam erodibilitas tanah, partikel berukuran besar tahan terhadap daya angkut karena ukurannya sedangkan partikel halus tahan terhadap daya penghancur karena daya kohesifitasnya. Partikel yang kurang tahan terhadap keduanya adalah debu dan pasir sangat halus.
Erodibilitas tanah sangat penting untuk diketahui agar tindakan konservasi dan pengolahan tanah dapat dilaksanakan secara lebih tepat dan terarah. Namun demikan, Veiche (2002) menyatakan bahwa konsep dari erodibilitas tanah dan bagaimana cara menilainya merupakan suatu hal yang bersifat kompleks atau tidak sederhana karena erodibilitas dipengaruhi oleh banyak sekali sifat-sifat tanah. Berbagai usaha telah banyak dilakukan untuk mendapatkan suatu indeks erodibilitas yang relatif lebih sederhana, baik didasarkan pada sifat-sifat tanah yang ditetapkan di laboratorium maupun di lapangan atau berdasarkan keragaan (response) terhadap hujan (Arsyad, 2000).


BAB III
PEMBAHASAN


2.1.  Pengertian Erodibilitas tanah
Kepekaan tanah terhadap erosi, disebut erodibilitas tanah didefinisikan oleh Hudson (1978) sebagai mudah tidaknya suatu tanah tererosi. Secara lebih spesifik Young et al. dalam Veiche (2002) mendefinisikan erodibilitas tanah sebagai mudah tidaknya suatu tanah untuk dihancurkan oleh kekuatan jatuhnya butir-butir hujan, dan/atau oleh kekuatan aliran permukaan. Sementara Wischmeier dan mennering (1969) menyatakan bahwa erodibilitas alami (inherent) tanah merupakan sifat kompleks yang tergantung ada laju infiltrasi tanah dan kapasitas untuk bertahan terhadap penghancuran agregat (detachment) serta pengangkutan oleh hujan dan aliran permukaan.
Di negara-negara tropis seperti Indonesia, kekuatan jatuh air hujan dan kemampuan aliran permukaan menggerus permukaan tanah adalah merupakan penghancuran utama agregat tanah. Agregat tanah yang sudah hancur kemudian diangkut oleh aliran permukaan, mengikuti gaya gravitasi sampai ke suatu tempat dimana pengendapan terjadi. Keseluruhan proses tersebut yaitu penghancuran agregat, pengangkutan partikel-partikel tanah, dan pengendapan partikel tanah disebut sebagai erosi tanah.

2.2.  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erodibilitas Tanah
Erodibilitas tanah dipengaruhi oleh banyak sifat-sifat tanah, yakni sifat fisik, mekanik, hidrologi, kimia, reologi / litologi, mineralogi dan biologi, termasuk karakteristik profil tanah seperti kedalaman tanah dan sifat-sifat dari lapisan tanah (Veiche, 2002). Poesen (1983) menyatakan bahwa erodibilitas bukan hanya ditentukan oleh sifat-sifat tanah, namun ditentukan pula oleh faktor-faktor erosi lainnya yakni erosivitas, topografi, vegetasi, fauna dan aktivitas manusia. Suatu tanah yang memiliki erodibilitas rendah mungkin akan mengalami erosi yang berat jika tanah tersebut terdapat pada lereng yang curam dan panjang, serta curah hujan dengan intensitas yang tinggi. Sebaliknya tanah yang memiliki erodibilitas tinggi, kemungkinan akan memperlihatkan gejala erosi ringan atau bahkan tidak sama sekali bila terdapat pada pada lereng yang landai, dengan penutupan vegetasi baik, dan curah hujan dengan intensitas rendah. Hudson (1978) juga menyatakan bahwa selain fisik tanah, faktor pengelolaan / perlakuan terhadap tanah sangat berpengaruh terhadap tingkat erodibilitas suatu tanah. Hal ini berhubungan dengan adanya pengaruh dari faktor pengolalaan tanah terhadap sifat-sifat tanah. Seperti yang ditunjukkan oleh hasil penelitian Rachman et al. (2003), bahwa pengelolaan tanah dan tanaman yang mengakumulasi sisa-sisa tanaman berpengaruh baik terhadap kualitas tanah, yaitu terjadinya perbaikan stabilitas agregat tanah, ketahanan tanah (shear strength), dan resistensi / daya tahan tanah terhadap daya hancur curah hujan (splash detachment).
Meskipun erodibilitas tanah tidak hanya ditentukan oleh sifat-sifat tanah, namun untuk membuat konsep erodibilitas tanah menjadi tidak terlalu kompleks, maka beberapa peneliti menggambarkan erodibilitas tanah sebagai pernyataan keseluruhan pengaruh sifat-sifat tanah dan bebas dari faktor penyebab erosi lainnya (Arsyad, 2000).
Pada prinsipnya sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erodibilitas tanah adalah :
·      Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas tanah menahan air.
·      Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan pengikisan oleh butir-butir air hujan dan aliran permukaan.

Sifat-sifat tanah tersebut mencakup tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman tanah dan tingkat kesuburan tanah (Morgan, 1979 ; Arsyad, 2000). Secara umum tanah dan kandungan debu tinggi, liat rendah dan bahan organik rendah adalah yang paling mudah tererosi (Wischmeier dan Mannering, 1969). Jenis mineral liat, kandungan besi dan aluminium oksida, serta ikatan elektro-kimia di dalam tanah juga merupakan sifat tanah yang berpengaruh terhadap erodibilitas tanah (Wischmeier dan Mannering, 1969 ; Liebenow et al., 1990).

a)      Tekstur
Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah, ditentukan berdasarkan perbandingan butir-butir (fraksi) pasir (sand), debu (silt) dan liat (caly). Fraksi pasir berukuran 2 mm – 50 μ lebih kasar dibanding debu ( 50 μ – 2 μ) dan liat ( lebih kecil dari 2 μ). Karena ukurannya yang kasar, maka tanah-tanah yang didominasi oleh fraksi pasir seperti tanah-tanah yang tergolong dalam sub-ordo Psamment, akan melalukan air lebih cepat ( kapasitas infiltrasi dan permeabilitas tinggi) dibandingkan dengan tanah-tanah yang didominasi oleh fraksi debu dan liat. Kapasitas infiltrasi dan permeabilitas yang tinggi, serta ukuran butir yang relatif lebih besar menyebabkan tanah-tanah yang didominasi oleh pasir umumnya mempunyai tingkat erodibilitas yang rendah. Tanah dengan kandungan pasir yang halus (0,01 mm – 50 μ ) tinggi juga mempunyai kapasitas infiltrasi cukup tinggi, akan tetapi jika terjadi aliran permukaan, maka butir-butir halusnya akan mudah terangkut.
Debu merupakan fraksi tanah yang paling mudah tererosi, karena selai mempunyai ukuran yang relatif halus, fraksi ini juga tidak mempunyai kemampuan untuk membentuk ikatan ( tanpa adanya bantuan bahan perekat/pengikat), karena tidak mempunyai muatan, maka fraksi ini dapat membentuk ikatan. Meyer dan Harmon (1984) menyatakan bahwa tanah-tanah bertekstur halus (didominasi liat) umumnya bersifat kohesif dan sulit untuk dihancurkan. Walaupun demikian, bila kekuatan curah hujan atau aliran permukaan mampu menghancurkan ikatan antar partikelnya, maka akan timbul bahan sedimen tersuspensi yang mudah untuk terangkut atau terbawa aliran permukaan.
Fraksi halus ( dalam bentuk sedimen tersuspensi) juga dapat menyumbat poro-pori tanah dilapisan permukaan akan meningkat. Akan tetapi, jika tanah demikian mempunyai agregat yang mantap, yakni tidak mudah terdispensi, maka penyerapan air ke dalam tanah masih cukup besar, sehingga aliran permukaan dan erosi menjadi relatif tidak berbahaya (Arsyad, 2000).
Berikut ini nilai ukuran butir-butir tanah (M) untuk suatu kelas tekstur tanah.

Tabel nilai ukuran butir-butir tanah (M) untuk suatu kelas tekstur tanah
Kelas tekstur tanah
Nilai M
Kelas tekstur tanah
Nilai M
Lempung berat
210
Geluh lempung pasiran
2160
Lempung sedang
750
Debu
8245
Lempung ringan
1685
Geluh debuan
6330
Lempung debuan
2830
Geluh
4390
Lempung pasiran
3245
Geluh pasiran
3245
Geluh lempung debuan
3770
Pasir geluhan
4005
Geluh lempung
2830
Pasir
3035


b)     Bahan organik
Bahan organik sangat berperan pada proses pembentukan dan pengikatan serta menstabilkan agregat tanah. Pengikatan dan penstabilan agregat tanah oleh bahan organik dapat dilakukan melalui pengikatan secara fisik butir-butir primer tanah oleh mycelia jamur, actionmycetes, dan/atau akar-akar halus tanaman; dan pengikatan secara kimia, yaitu dengan menggunakan gugus-gugus aktif dari bahan panjang, atau gugusan positif ( gugus amine, amide, atau amino) pada senyawa organik berbentuk rantai (polymer).
Bahan organik yang masih dalam bentuk serasah, seperti daun, ranting, dan sebagainya yang belum hancur yang menutupi permukaan tanah, merupakan pelindung tanah terhadap kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh. Bahan organik tersebut juga menghambat aliran permukaan, sehingga kecepatan alirannya lebih lambat dan relatif tidak merusak. Bahan organik yang sudah mengalami pelapukan mempunyai kemampuan menyerap dan menahan air yang tinggi, sampai dua-tiga kali berat keringnya. Akan tetapi, kemampuan menyerap air ini hanya merupakan faktor kecil dalam mempengaruhi kecepatan aliran permukaan. Pengaruh utama bahan organik adalah memperlambat aliran permukaan, meningkatkan infiltrasi, dan memantapkan agregat tanah (Arsyad, 2000).
Bahan organik di dalam tanah jumlahnya tidak sama antara jenis tanah yang satu dengan yang lainnya seperti Histosol yang mengandung bahan organik > 65 %. Perbedaan kandungan bahan organik ini tergantung pada jenis tanah dan cara pengelolaan tanah. Menurut Puslitanak (2005) Bogor ada beberapa kriteria dari bahan organik sebagaimana disajikan pada Tabel 5.
Tabel . Kriteria Bahan Organik.
No
Kriteria Bahan Organik
Nilai
1.
Sangat tinggi
> 6.00
2.
Tinggi
4.30- 6.00
3.
Sedang
2.10- 4.20
4.
Rendah
1.00- 2.00
5.
Sangat rendah
< 1.00
Sumber : Puslitanak (2005)



c)      Struktur/Agregasi tanah
Bentuk dan stabilitas agregat, serta persentase tanah yang teragregasi sangat berperan dalam menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi. Hasil penelitian Meyer dan Harmon (pooly aggregated). Tanah-tanah dengan tingkat agregasi tinggi, berstruktur kersai atau granular, serang, tingkat penyerapan airnya lebih tinggi dari pada tanah yang tidak berstruktur atau susunan butir-butir primernya lebih rapat.
Selain  dipengaruhi oleh tekstur dan kandungan bahan organik, pembentukan agregat tanah dipengaruhi jga oleh jumlah dan jenis kation yang diadsorbsi liat. Pengaruh kandungan besi dan aluminium oksida terhadap tingkat erodiilitas tanah, juga erat hubungannya dengan pembentukan dan penstabilan agregat tanah (Liebenow et al., 1990). Besi dan aluminium oksida membentuk dan meningkatkan kestabilan agregat tanah, melalui peningkatan gugus-gugus negatif dari liat oleh gugus positif dari oksida-oksida tersebut.
Stabilitas agregat tanah sangat berpengaruh terhadap kematapan pori tanah. Tanah-tanah yang mudah terdispensi atau agregatnya tidak stabil menyebabkan pori-porinya tanah juga mudah hancur atau tertutup/tersumbat oleh liat atau debu (erosi internal), sehingga laju dan kapasitas infiltrasi tanah mengalami penurunan.
Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan keruangan partikel-partikel tanah yang bergabung dengan satu dengan yang lain membentuk agregat. Dalam tinjauan morfologi, struktur tanah diartikan sebagai susunan partikel-partikel primer menjadi satu kelompok (cluster) yang disebut agregat yang dapat dipisah-pisahkan kembali serta mempunyai sifat yang berbeda dari sekumpulan partikel primer yang tidak teragregasi. Dalam tinjauan edafologi, sejumlah faktor yang berkaitan dengan struktur tanah jauh lebih penting dari sekedar bentuk agregat. Dalam hubungan tanah-tanaman, agihan ukuran pori, stabilitas agregat, kemampuan teragregasi kembali saat kering dan kekerasan (hardness) agregat jauh lebih penting dari ukuran dan bentuk agregat itu sendiri (Suci dan Bambang, 2002).
Istilah struktur tanah merujuk cara butiran-butiran tanah saling mengelompok secara bersama-sama diikat oleh koloida tanah. Tingkat perkembangan struktur tanah ditentukan berdasarkan atas kemantapan dan ketahanan bentuk struktur tanah tersebut terhadap tekanan. Tanah dikatakan tidak berstruktur bila butir-butir tanah tidak melekat satu sama lain atau saling melekat menjadi satu satuan yang padu dan disebut massive atau pejal. Tanah dengan struktur yang baik mempunyai tata udara yang baik, unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah (Hardjowigeno, 2003).
Struktur tanah sangat berpengaruh pada pertumbuhan akar dan bagian tanaman di atas tanah. Apabila tanah padat maka ruang pori tanah berkurang sehingga pertumbuhan akar terbatas yang akhirnya produksi menurun. Struktur tanah berpengaruh kuat terhadap kerapatan isi tanah (Winarso, 2005).
Bentuk dan stabilitas agregat serta persentase tanah yang teragregasi sangat berperan dalam menetukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi. Tanah yang peka terhadap erosi adalah tanah yang paling rendah persentase agregasinya. Tanah-tanah dengan tingkat agregasi yang tinggi, berstruktur kersai, atau granular tingkat penyerapan airnya lebih tinggi dari pada tanah yang tidak berstruktur atau susunan butir-butir primernya lebih rapat (Meyer dan Harmon, 1984).
Dalam menentukan erodibilitas tanah perlu memperhatikan keadaan struktur tanah dalam ukuran diameter yang dapat dilihat pada Tabel.

Tabel . Penilaian Kelas Struktur Tanah (Ukuran Diameter)

No
Struktur
Kelas
1.
Granuler sangat halus
1
2.
Granuler halus
2
3.
Granuler sedang sampai kasar
3
4.
Masif kubus, lempeng
4
Sumber : Utomo (1989).


d)     Jenis mineral
Jenis mineral sangat erat hubungannya dengan sifat-sifat tanah yang dihasilkan. Liat yang mempunyai nisbah silika terhadap sesquioksida [SiO2/(Fe2O3+Al2 O3 )] lebih besar dari nilai kritikal (>2), umumnya plastis dan mengembang jika basah, sedangkan yang mempunyai nisbah <2 umumnya kersai dan tidak mudah tererosi. Mineral liat smektit (montmorillonit) mempunyai nisbah silika terhadap sesquioksida yang tinggi, dan diketahui bahwa tanah-tanah yang banyak mengandung liat ini bersifat mengembang dan plastis jika basah, sehingga agregatnya tidak begitu stabil dalam air,  dan oleh karenanya mudah tererosi. Mineral liat kaolinit yang mempunyai nisbah silika terhadap sesquioksida rendah, bersifat tidak mengembang dan hanya sedikit plastis jika basah, dan membentuk agregat yang stabil. Kepekaan erosi tanah dengan mineral liat ilit berbeda di antara liat smektit ( montmorillonit) dan kaolinit. Oxisol, yang mengandung sesquioksida tinggi dan silika yang rendah, membentuk agregat yang stabil dan tahan terhadap erosi (Arsyad, 2000).

e)      Kedalaman dan sifat lapisan tanah
Karakteristik profil tanah yang sangat menentukan tingkat erodibilitas tanah adalah kedalaman tanah dan sifat lapisan tanah. Kedalaman tanah sampai lapisan kedepan atau bahan induk akan menentukan jumlah air yang meresap ke dalam tanah. Sedangkan sifat lapisan tanah sangat berpengaruh terhadap laju peresapan air kedalam tanah. Selanjtnya, jumlah dan laju peresapan air ke dalam tanah sampai lapisan kedap sangat menentukan besarnya aliran permukaan, dan hal ini sangat menentukan besarnya aliran permukaan. Tanah-tanah yang dangkal seperti Etinol, umumnya mempunyai kemampuan untuk menampung air relatif rendah. Sedangkan pada tanah-tanah yang tergolong Ultisol atau Alfisol, keberadaan horizon bawah permukaan yang tergolong Ultisol, keberadaan horizon bawah proses peresapan air ke dalam tanah.
Selanjutnya menurut Veiche (2002), karakteristik penampang tanah, khususnya kedalaman tanah dan sifat-sifat lapisan tanah, juga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman. Pertumbuhan vegetatif tanaman yang cepat akan memperbesar kebutuhan air untuk proses evapotranspirasi, sehingga kandungan air di dalam tanah akan cepat menurun, termasuk air di dalam pori akan menjadi cepat kosong yang memungkinkan terjadinya penyerapan air dari hujan berikutnya.

f)       Kesuburan tanah
Pengaruh kesuburan tanah terhadap eridibilitas tanah berpangkal pada kaitannya dengan pertumbuhan tanaman. Pada tanah yang relatif lebih subur, pertumbuhan tanaman akan relatif lebih baik. Hal ini akan berdampak pada tingkat kemampuan penyerapan air oleh tanah. Pada in situ akan lebih terjamin. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa peranan bahan organik dalam menentukan kepekaan tanah terhadap erosi sangat penting.



g)      Permeabilitas Tanah
Permeabilitas tanah adalah kecepatan air menembus tanah pada periode tertentu dan dinyatakan dalam cm/jam (Foth, 1978). Sedangkan menurut Hakim dkk (1986) permeabilitas tanah adalah menyatakan kemampuan tanah melalukan air yang bisa diukur dengan menggunakan air dalam waktu tertentu.
Nilai permeabilitas penting dalam menentukan penggunaan dan pengelolaan praktis tanah. Permeabilitas mempengaruhi penetrasi akar, laju penetrasi air, laju absorpsi air, drainase internal dan pencucian unsur hara (Donahue, 1984).
Faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas tanah menurut Hillel (1971) antara lain adalah tekstur tanah, porositas dan distribusi ukuran pori, stabilitas agregat dan stabilitas struktur tanah serta kadar bahan organik tanah. Ditegaskan lagi bahwa hubungan yang lebih utama terhadap permeabilitas tanah adalah distribusi ukuran pori sedangkan faktor- faktor yang lain hanya ikut menentukan porositas dan distribusi ukuran pori. Tekstur kasar menurut Anonimous (2008) mempunyai permeabilitas yang tinggi dibandingkan dengan tekstur yang halus karena tekstur kasar mempunyai pori makro dalam jumlah banyak sehingga umumnya tanah-tanah yang didominasi oleh tekstur kasar seperti pasir umumnya mempunyai tingkat erodibilitas tanah yang rendah.
Permeabilitas tanah juga dapat diukur dengan menggunakan metode Hukum Darcy. Tanah di lapangan pada umumnya berlapis, pada pasir nilai permeabilitas lapangan dan laboratorium jelas berbeda akibat proses sedimentasi dalam pembentukan deposit tanah, struktur tanah di lapangan dapat berubah atau hilang karena contoh tanah yang tidak terganggu tidak dapat diuji (Bowles, 1991)
Nilai permeabilitas dapat ditentukan dengan data lapangan dan data analisis laboratorium berbeda Nilai permeabilitas tanah ditetapkan dalam keadaan jenuh.
Penentuan kelas permeabilitas tanah dapat dilihat pada Tabel yang merupakan permeabilitas dalam menentukan erodibilitas tanah.

Tabel  Penilaian Kelas Permeabilitas Tanah- Tanah.
No
Kelas Kecepatan Permeabilitas Tanah
Kelas
1.
Sangat lambat (< 0,5 cm/jam)
6
2.
Lambat (0,5-2 cm/jam )
5
3.
Lambat sampai sedang (2,0-6,3 cm/ jam)
4
4.
Sedang (6.3-12,7 cm/jam)
3
5.
Sedang sampai cepat (12,7- 25,4 cm/jam)
2
6.
Cepat (> 25, 4 cm/jam)
1
Sumber : Penuntun Praktikum Fisika Tanah, Departemen Ilmu Tanah, FP- USU(2003).



2.3. Pengukuran erodibilitas tanah
Erodibilitas tanah sangat penting untuk diketahui agar tindakan konservasi dan pengelolaan tanah dapat dilaksanakan secara lebih tepat dan terarah. Namun demikian, Veiche (2002) mengatakan bahwa konsep dari erodibilitas tanah dan bagaimana cara menilainya merupakan suatu hal yang bersifat kompleks atau tidak sederhana, karena erodibilitas dipengaruhi oleh banyak sekali sifat-sifat tanah. Berbagai usaha telah banyak dilakukan untuk mendapatkan suatu indeks erodibilitas tanah yang relatif lebih sederhana, baik didasarkan ada sifat-sifat tanah yang ditetapkan di laboratorium maupun di lapangan, atau didasarkan keragaan (responden) terhadap hujan (Arsyad, 2000).
Wischmeier dan Smith (1978) telah mengembangkan konsep erodibilitas tanah yang cukup populer, dalam hal ini faktor erodibilitas tanah (K) didefinisikan sebagai besarnya erosi persatuan indeks erosi hujan untuk suatu tanah dalam keadaan standar, yakni tanah terus-menerus diberakan (fallow) terletak pada lereng sepanjang 22 m, berlereng 9% dengan bentuk lereng seragam. Dari hasil percobaan sistem petak kecil/standar tersebut, nilai erodibilitas tanah dapat dihitung dengan persamaan :
                        K = A/R
Dimana :       K = faktor erodibilitas tanah
                     A = erosi tanah (t ha-1 tahun-1)
                     R = faktor erosifitas curah hujan
Tinggi rendahnya tingkat erodibilitas tanah ( dapat disebut sebagai kelas erodibilitas tanah), berdasarkan rekomendasi USDA-SCS (1973, dalam Danger dan El-Swaify, 1976) dibagi kedalam enam kelas erodibilitas tanah sebagai berikut :

Tabel kelas erodibilitas tanah menurut USDA-SCS (1973, dalam Danger dan El-Swaify, 1976)

Kelas USDA-SCS
Nilai K
Uraian kelas
1
0 -0,10
Sangat rendah
2
0,11 – 0,20
Rendah
3
0,21 – 0,32
Sedang
4
0,33 – 0,43
Agak tinggi
5
0,44 – 0,55
Tinggi
6
0,56 -0,64
Sangat tinggi



2.4. Prediksi erodibilitas tanah
Salah satu persamaan yang pertama kali dikembangkan untuk mempelajari erosi adalah yang disebut persamaan Musgrave, yang selanjutnya berkembang  menjadi persamaan yang banyak dipakai sampai sekarang yaitu Universal Soil Loss Equation (USLE). USLE memungkinkan memprediksi laju erosi rata-rata suatu lahan pada suatu kemiringan dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam jenis tanah dan penerapan pengelolaan lahan. Persamaan tersebut dapat juga memprediksi erosi pada lahan-lahan non pertanian, tapi tidak dapat untuk memprediksi pengendapan dan tidak memperhitungkan hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai (Suripin, 2004).
Prediksi tingkat erosi tanah dihitung dengan menggunakan persamaan seperti dikemukakan oleh Wischmeir dan Smith (1978) dalam Asdak (2002), dan dikenal sebagai persamaan USLE:
A = R.K.L.S.C.P                                   
A= Besarnya kehilangan tanah atau erosi (ton/ha/tahun).
R= Faktor erosivitas (kJ/ha).
K= Faktor erodibilitas tanah (ton/kJ).
L= Faktor panjang dan kemiringan lereng.
C= Faktor penutup tanah dan cara bercocok tanam.
P = Faktor tindakan konservasi.
a.    Faktor Erosivitas Hujan, R
Erosivitas merupakan kemampuan hujan dalam mengerosi tanah. Faktor iklim yang besar pengaruhnya terhadap erosi tanah adalah hujan, temperatur dan suhu. Sejauh ini hujan merupakan faktor yang paling penting. Hujan menyebabkan erosi tanah melalui dua jalan yaitu pelepasan butiran tanah oleh pukulan air hujan pada permukaan tanah dan kontribusi hujan terhadap aliran. Jumlah hujan yang yang besar tidak selalu menyebabkan erosi berat jika intensitasnya rendah, dan sebaliknya hujan lebat dalam waktu singkat mungkin juga hanya menyebabkan sedikit erosi karena jumlah hujannya hanya sedikit. Jika jumlah dan intensitas hujan keduanya tinggi, maka erosi tanah yang terjadi cenderung tinggi (Suripin, 2004).
Metode perhitungan erosivitas curah hujan tergantung pada jenis data curah hujan yang tersedia. Menggunakan rumus Bols jika diketahui jumlah curah hujan bulanan, jumlah hari hujan bulanan, dan curah hujan harian rata-rata maksimal bulanan tertentu.
Rm = 6,119 x (Rain)m1,211 x (Days)m -0,474 x (Max P)m 0,526
R =           
Di mana :
R            =  Erosivitas curah hujan tahunan
Rm              =  indeks erosivitas curah hujan bulanan rata-rata
(Rain)m   =  jumlah curah hujan bulanan rata-rata (cm)
(Days)m   =  jumlah hari hujan bulanan pada bulan tertentu (hari)
(Max P)m= curah hujan harian maksimal pada bulan tertentu (cm)
b.   Faktor Erodibilitas Tanah
Erodibilitas tanah merupakan faktor kepekaan tanah terhadap erosi. Nilai erodibilitas tanah yang tinggi pada suatu lahan menyebabkan erosi yang terjadi menjadi lebih besar dan sebaliknya. Faktor erodibilitas tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah dan juga kandungan bahan organik tanah. Penentuan nilai erodibilitas tanah dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) dengan menggunakan nomograf pada Lampiran 6j yang berdasarkan pada sifat-sifat tanah yang mempengaruhinya meliputi tekstur, struktur, kadar bahan organik dan permeabilitas tanah (Suripin, 2004).
                        Tabel . Klasifikasi erodibilitas tanah
No
Kelas
Nilai K
Harkat
1
I
0.00-0.10
Sangat rendah
2
II
0.11-0.20
Rendah
3
III
0.21-0.32
Sedang
4
IV
0.33-0.40
Agak tinggi
5
V
0.41-0.55
Tinggi
6
VI
0.56-0.64
Sangat tinggi
Sumber : RTL-RLKT Departemen Kehutanan, 1995.
c.    Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)
Faktor panjang lereng merupakan perbandingan tanah yang tererosi pada suatu panjang lereng terhadap tanah tererosi pada panjang lereng 22,1 m, sedangkan faktor kemiringan lereng adalah perbandingan tanah yang tererosi pada suatu kemiringan lahan terhadap tanah yang tererosi pada kemiringan lahan 9% untuk kondisi permukaan lahan yang sama (Suripin, 2004).
Aplikasi sistem informasi geografis memerlukan data Digital Elevation Model (DEM)  untuk menghasilkan gambaran faktor LS yang lebih spesifik dalam setiap pixelnya. Formula untuk menentukan nilai faktor LS berbasis DEM dalam SIG mempertimbangkan heterogenitas lereng serta mengutamakan arah dan akumulasi aliran dalam perhitungannya. Asumsi yang dipergunakan adalah nilai faktor LS akan berbeda antara lereng bagian atas dan bagian bawah. Nilai LS akan lebih besar ditempat terjadinya akumulasi aliran dari pada dilereng bagian atas walaupun mempunyai panjang lereng dan kemiringan lereng yang sama (Anonim, 2011a).
Perhitungan nilai indeks faktor kemiringan lereng (LS) menggunakan rumus sebagai berikut :
LS = L (0,0138 + 0,00965.S + 0,00138.S2)
Keterangan :
S = kemiringan lereng (%)
L = panjang lereng (m)
Moore dan Burch telah mengembangkan suatu persamaan untuk menghitung nilai LS dengan memanfaatkan data DEM dalam sistem informasi geografis. Adapun persamaan yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Engel (2003) dengan rumus sebagai berikut :
LS= (X × CZ/22.13)^0.4  × (sin S/0.0896)^1.3    
LS            = Faktor Lereng
X  = Akumulasi Aliran
CZ = Ukuran pixel           S          = Kemiringan lereng (%)
Semakin panjang lereng dan kemiringan lereng maka kerusakan dan penghancuran atau berlangsungnya erosi akan lebih besar. Dimana semakin panjang lereng pada tanah akan semakin besar pula kecepatan aliran air di permukaannya sehingga pengikisan terhadap bagian-bagian tanah akan semakin besar (Kartasapoetra, 1988).
                 Tabel ..Klasifikasi Kemiringan Lereng
Kelas
Lereng (%)
Keterangan
I
0-8
Datar
II
9-15
Landai
III
16-25
Agak curam
IV
26-40
Curam
V
>40
Sangat curam
        Sumber : RTL-RLKT Departemen Kehutanan, 1995.
d.   Faktor Pengelolaan Tanaman (C)
Faktor C menunjukkan keseluruhan pengaruh dari vegetasi, kondisi permukaan tanah, dan pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah yang hilang (erosi). Faktor pengelolaan tanaman menggambarkan nisbah antara besarnya erosi lahan yang ditanami dengan tanaman tertentu dengan pengelolaan tertentu terhadap besarnya erosi tanah yang tidak ditanami dan diolah bersih dalam keadaan identik (Suripin, 2004).
Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi dalam (1) intersepsi air hujan, (2) mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak hujan dan aliran permukaan, (3) pengaruh akar, bahan organik sisa-sisa tumbuhan yang jatuh dipermukaan tanah, dan kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap stabilitas struktur porositas tanah dan, (4) transpirasi yang mengakibatkan berkurangnya kandungan air tanah (Arsyad, 2010).
              Tabel .Nilai Faktor Pengelolaan Tanaman (C)
Penggunaan Lahan
Nilai C
Tanah  terbuka, tanpa tanaman
1,0
Hutan
0,001
Sawah
0,01
Tanah  kosong tak diolah
0,95
Tegalan
0,7
Ladang
0,4
Padang Rumput
0,3
Kebun Campuran, kerapatan tinggi
0,1
Kebun Campuran, kerapatan sedang
0,2
Kebun Campuran, kerapatan rendah
0,5
Semak Belukar
0,3
Padi gogo – kedelai
Sorgum
Tanah kosong tak diolah
0,55
0,95
0,45
Talas
Ubi kayu + kacang tanah
0,86
0,26
Ubi kayu + jagung – kacang tanah
0,45
Sorghum
0,242
Tambak
0.01
                          Sumber: RTL-RLKT Departemen Kehutanan, 1995.

e.    Faktor Upaya Pengelolaan Konservasi (P)
Nilai faktor tindakan konservasi tanah (P) adalah nisbah antara besarnya erosi dari lahan dengan suatu tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya erosi pada lahan tanpa tindakan konservasi dalam keadaan identik. Termasuk dalam tindakan konservasi tanah adalah pengolahan tanah menurut kontur, guludan, dan teras. Di ladang pertanian, besarnya faktor P menunjukkan jenis aktivitas pengolahan tanah seperti pencangkulan dan persiapan tanah lainnya. (Suripin, 2004).
     Tabel  .Nilai Faktor Upaya Pengelolaan Konservasi (P)
Teknik Konservasi Tanah
Nilai P
Teras bangku, baik
0,04
Teras bangku, sedang
0,15
Teras bangku, kurang baik
0,35
Teras tradisional
0,40
Teras gulud
0,01
Kontur cropping kemiringan 0-8%
0,50
Kontur cropping kemiringan 9-20%
0,75
Kontur cropping kemiringan 20%
0,9
Alang-alang
0,021
Padang rumput bagus
0,04
Padang rumput jelek
0,40
Jagung-padi gogo+ubi kayu-kedelai/kacang tanah
0,421
Strip crotolaria
0,5
Mulsa jerami sebanyak 3 t/ha/th
0,25
Mulsa jerami sebanyak 1 t/ha/th
0,60
Mulsa kacang tanah
0,75
Teras bangku:kacang tanah
Tanpa tindakan konservasi
0,09
1,00
               Sumber : RTL-RLKT Departemen Kehutanan, 1995.





BAB IV
PENUTUP
4.1.  Kesimpulan
Erodibilitas tanah adalah mudah tidaknya suatu tanah tererosi atau mudah tidaknya suatu tanah untuk dihancurkan oleh kekuatan jatuhnya butir-butir hujan, dan/atau oleh kekuatan aliran permukaan.
Universal Soil Loss Equation (USLE) memungkinkan memprediksi laju erosi rata-rata suatu lahan pada suatu kemiringan dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam jenis tanah dan penerapan pengelolaan lahan dengan melihat beberapa faktor yaitu erosivitas hujan, erodibilitas tanah, kemiringan lereng, panjang lereng, penutup tanah, dan tindakan konservasi.
Dari metode USLE ini terhadap Erodibilitas tanah, kita dapat melihat dan menunjukkan bahaya erosi di suatu tempat pengamatan, tingkat bahaya erosi tertinggi, dan penurunan laju erosi dapat diusahakan dengan melaksanakan arahan konservasi yang tepat seperti penanaman enutup tanah rapat dan perbaikan konstruksi teras.

4.2.  Saran
Jangan berpatukan pada satu metode saja, dalam pengamatan coba dengan metode lainnya dan bandingkan.


DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2011a. Jurnal Prediksi Erosi berbasis pixel. http://mbojo.wordpress.com 201001jurnal-prediksi-erosi-sigberbasis-pixel.pdf. Tanggal akses 2 Maret 2011.
Anonim. 2011b. Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik  Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Daerah Aliran Sungai. http://www.dephut.go.id/ INFORMASI/RLPS/14_167_04.pdf. Tanggal akses 2 Maret 2011.
Arsyad, S., 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Institut Pertanian Bogor: Bogor.

2 komentar: