BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Sumberdaya alam
utama yaitu tanah dan air pada dasarnya merupakan sumberdaya alam yang dapat
diperbaharui, namun mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Kerusakan tanah
dapat terjadi oleh (1) kehilangan unsur tanah dan bahan organik di daerah
perakaran, (2) terkumpulnya garam di daerah perakaran, (3) penjenuhan tanah
oleh air, dan (4) erosi. Kerusakan tanah
tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah untuk mendukung
pertumbuhan tanaman (Suripin, 2004).
Bahaya erosi
yang telah menurunkan produktivitas tanah merupakan masalah utama dari tahun ke
tahun tetap harus dihadapi oleh pemerintah. Bahaya erosi yang menimpa
lahan-lahan pertanian serta penduduk sering terjadi pada lahan-lahan yang
memiliki kelerengan sekitar 15% keatas. Bahaya ini disebabkan selain oleh perbuatan manusia yang
mementingkan pemuasan kebutuhan diri sendiri, juga dikarenakan pengelolaan
tanah dan pengairannya yang keliru (Asdak, 2002).
Untuk
mengidentifikasi tingkat bahaya erosi, model yang dapat digunakan adalah dengan
menggunakan model USLE (Universal Soil
Loss Equation). Model USLE mempertimbangkan beberapa faktor dalam kajian
erosi seperti faktor erosivitas hujan, faktor erodibilitas tanah, faktor
panjang dan kemiringan lereng, faktor penutupan dan manajemen tanaman, dan
faktor tindakan konservasi tanah (Arsyad, 2010).
Model yang
banyak berkembang saat ini adalah model yang menggunakan fasilitas Sistem
Informasi Geografis (SIG) yang merupakan suatu sistem (berbasis komputer) yang
digunakan untuk menyimpan dan memproses informasi-informasi spasial. SIG
dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objek-objek dan
fenomena-fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting
untuk dianalisis (Anonim, 2011a).
.
1.2. Tujuan penyusunan makalah
Tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah agar kita mengetahui apa itu Erodibilitas tanah,
bagaimana proses itu terjadi, cara menghitung, dan penanggulangannya agar
menekan terjadinya erodibilitas tanah tersebut.
1.3. Manfaat penyusunan makalah
Penyusunan
makalah ini sangat membantu kita dalam perkebunan nantinya yaitu saat kita
membuka lahan agar tidak terjadi permasalahan dalam prosesnya. Disamping itu,
menambah wawasan adalah manfaat lain dari penyusunan makalah ini khususnya
dalam ilmu konservasi tanah dan air.
1.4. Metode pengumpulan data
Metode
pengumpulan data yang penulis lakukan yaitu mencari bahan di internet dan
menyusunnya menjadi sebuah makalah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Indeks kepekaan tanah terhadap erosi
atau erodibilitas tanah merupakan jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per
satuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah tanpa tanaman, tanpa
usaha pencegahan erosi pada lereng 9 % dan panjang 22 m. Kepekaan tanah
terhadap erosi dipengaruhi oleh tekstur tanah (terutama kadar debu +pasir
halus), bahan organik, struktur dan permeabilitas tanah (Hardjowigeno, 2003).
Erodibilitas tanah (ketahanan tanah)
dapat ditentukan dengan aturan rumus menurut, perhitungan nilai K dapat
dihitung dengan persamaan Weischmeier, et all, (1971)
K = 1,292{ 2,1 M 1,14 (10 -4) (12-a) +
3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)} /100
Dimana :
M = ukuran partikel (% pasir sangat
halus+ % debu x (100-% liat)
% pasir sangat halus = 30 %
dari pasir (Sinukaban dalam Sinulingga,1990)
a
= kandungan bahan organik (% C x 1,724)
b = harkat struktur tanah
c = harkat permeabilitas tanah
Erodibilitas tanah juga dapat dapat
diduga dengan menggunakan nomograph. Sifat-sfat tanah yang menentukan besarnya nilai
K berdasarkan Nomograph tersebut adalah (1) Persen kandungan debu dan pasir
halus, (2) Persen Kandungan pasir, (3) Persen bahan kandungan bahan organik (4)
Struktur tanah, (5) Permeabilitas tanah. Untuk itu diperlukan angka hasil
penetapan sifat- sifat tanah seperti tekstur dengan 4 fraksi ( pasir kasar,
pasir halus, debu, dan liat ) dan bahan organik tanah sedangkan struktur dan
permeabilitas ditetapkan berdasarkan hasil pengamatan pada profil tanah yang
dapat digambar dalam Nomograph.
Gambar . Nomograph Erodibilitas Tanah (K)
Lee dalam Katasaepotra, dkk (1985)
mengatakan bahwa dalam pengelolaan tanah dan penggunaan tanah itu untuk
pertanaman, permukaan tanah harus dipilih dengan hati-hati, apakah terdapat
erodibilitas yang tinggi atau rendah demikian juga panjangnya larikan-larikan
tanah yang miring harus dibatasi apabila erosi dan pencucian tanah-tanah yang
dilarutkan itu hendak dibatasi. Kepekaan tanah terhadap daya menghancurkan dan
penghanyutan oleh air curahan hujan disebut erodibilitas. Jika erodibilitas
tanah tersebut tinggi maka tanah itu peka atau mudah terkena erosi dan jika
erodibilitas tanah itu rendah berarti daya tahan tanah itu kuat atau resisten
terhadap erosi.
Untuk menentukan nilai erodibilitas
tanah Boycous dalam Rahim (2000) telah menemukan pada sekitar tahun 1935–an
tentang The Clay Ratio as a Criterium Suspectibility of Soil to Erosion kita
mendapatkan persamaan sebagai berikut
Dimana :
E = erodibilitas
Sand = pasir
Silt = debu
Clay = liat
Adapun penetapan nilai erodibilitas (K) tanah- tanah yang
ada di Indonesia dapat disajikan pada Tabel .
Klasifikasi Kelas
Erodibilitas Tanah-Tanah.
Kelas
|
Nilai K
|
Tingkat Erodibilitas
|
1.
|
0,00 -0,10
|
Sangat rendah
|
2.
|
0, 11 -0,21
|
Rendah
|
3.
|
0,22- 0,32
|
Sedang
|
4.
|
0,33 -0,44
|
Agak tinggi
|
5.
|
0,45 -0,55
|
Tinggi
|
6.
|
0,56 -0,64
|
Sangat Tinggi
|
Sumber : Arsyad (2006).
Faktor erodibilitas menunjukkan
kemudahan tanah mengalami erosi, semakin tinggi nilainya semakin mudah tanah
tererosi. Tingginya faktor erodibilitas antara satu tempat dengan yang lainnya
disebabkan kondisi tekstur tanahnya yaitu rendahnya tekstur liat, tingginya
persentase pasir sangat halus dan debu jika dibandingkan tanah lokasi yang
satu. Menurut Morgan (1986) tekstur berperan dalam erodibilitas tanah, partikel
berukuran besar tahan terhadap daya angkut karena ukurannya sedangkan partikel
halus tahan terhadap daya penghancur karena daya kohesifitasnya. Partikel yang
kurang tahan terhadap keduanya adalah debu dan pasir sangat halus.
Erodibilitas tanah sangat penting
untuk diketahui agar tindakan konservasi dan pengolahan tanah dapat
dilaksanakan secara lebih tepat dan terarah. Namun demikan, Veiche (2002)
menyatakan bahwa konsep dari erodibilitas tanah dan bagaimana cara menilainya
merupakan suatu hal yang bersifat kompleks atau tidak sederhana karena
erodibilitas dipengaruhi oleh banyak sekali sifat-sifat tanah. Berbagai usaha
telah banyak dilakukan untuk mendapatkan suatu indeks erodibilitas yang relatif
lebih sederhana, baik didasarkan pada sifat-sifat tanah yang ditetapkan di
laboratorium maupun di lapangan atau berdasarkan keragaan (response) terhadap
hujan (Arsyad, 2000).
BAB III
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Erodibilitas tanah
Kepekaan tanah
terhadap erosi, disebut erodibilitas tanah didefinisikan oleh Hudson (1978)
sebagai mudah tidaknya suatu tanah tererosi. Secara lebih spesifik Young et al. dalam Veiche (2002)
mendefinisikan erodibilitas tanah sebagai mudah tidaknya suatu tanah untuk
dihancurkan oleh kekuatan jatuhnya butir-butir hujan, dan/atau oleh kekuatan
aliran permukaan. Sementara Wischmeier dan mennering (1969) menyatakan bahwa
erodibilitas alami (inherent) tanah
merupakan sifat kompleks yang tergantung ada laju infiltrasi tanah dan
kapasitas untuk bertahan terhadap penghancuran agregat (detachment) serta pengangkutan oleh hujan dan aliran permukaan.
Di negara-negara
tropis seperti Indonesia, kekuatan jatuh air hujan dan kemampuan aliran
permukaan menggerus permukaan tanah adalah merupakan penghancuran utama agregat
tanah. Agregat tanah yang sudah hancur kemudian diangkut oleh aliran permukaan,
mengikuti gaya gravitasi sampai ke suatu tempat dimana pengendapan terjadi.
Keseluruhan proses tersebut yaitu penghancuran agregat, pengangkutan
partikel-partikel tanah, dan pengendapan partikel tanah disebut sebagai erosi
tanah.
2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Erodibilitas Tanah
Erodibilitas tanah dipengaruhi oleh banyak sifat-sifat
tanah, yakni sifat fisik, mekanik, hidrologi, kimia, reologi / litologi,
mineralogi dan biologi, termasuk karakteristik profil tanah seperti kedalaman
tanah dan sifat-sifat dari lapisan tanah (Veiche, 2002). Poesen (1983)
menyatakan bahwa erodibilitas bukan hanya ditentukan oleh sifat-sifat tanah,
namun ditentukan pula oleh faktor-faktor erosi lainnya yakni erosivitas,
topografi, vegetasi, fauna dan aktivitas manusia. Suatu tanah yang memiliki
erodibilitas rendah mungkin akan mengalami erosi yang berat jika tanah tersebut
terdapat pada lereng yang curam dan panjang, serta curah hujan dengan
intensitas yang tinggi. Sebaliknya tanah yang memiliki erodibilitas tinggi,
kemungkinan akan memperlihatkan gejala erosi ringan atau bahkan tidak sama
sekali bila terdapat pada pada lereng yang landai, dengan penutupan vegetasi
baik, dan curah hujan dengan intensitas rendah. Hudson (1978) juga menyatakan
bahwa selain fisik tanah, faktor pengelolaan / perlakuan terhadap tanah sangat
berpengaruh terhadap tingkat erodibilitas suatu tanah. Hal ini berhubungan
dengan adanya pengaruh dari faktor pengolalaan tanah terhadap sifat-sifat
tanah. Seperti yang ditunjukkan oleh hasil penelitian Rachman et al.
(2003), bahwa pengelolaan tanah dan tanaman yang mengakumulasi sisa-sisa
tanaman berpengaruh baik terhadap kualitas tanah, yaitu terjadinya perbaikan
stabilitas agregat tanah, ketahanan tanah (shear strength), dan
resistensi / daya tahan tanah terhadap daya hancur curah hujan (splash
detachment).
Meskipun erodibilitas tanah tidak hanya ditentukan
oleh sifat-sifat tanah, namun untuk membuat konsep erodibilitas tanah menjadi
tidak terlalu kompleks, maka beberapa peneliti menggambarkan erodibilitas tanah
sebagai pernyataan keseluruhan pengaruh sifat-sifat tanah dan bebas dari faktor
penyebab erosi lainnya (Arsyad, 2000).
Pada prinsipnya sifat-sifat tanah yang mempengaruhi
erodibilitas tanah adalah :
·
Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan
kapasitas tanah menahan air.
·
Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap
dispersi dan pengikisan oleh butir-butir air hujan dan aliran permukaan.
Sifat-sifat tanah tersebut mencakup tekstur, struktur, bahan organik,
kedalaman tanah dan tingkat kesuburan tanah (Morgan, 1979 ; Arsyad, 2000).
Secara umum tanah dan kandungan debu tinggi, liat rendah dan bahan organik
rendah adalah yang paling mudah tererosi (Wischmeier dan Mannering, 1969).
Jenis mineral liat, kandungan besi dan aluminium oksida, serta ikatan elektro-kimia
di dalam tanah juga merupakan sifat tanah yang berpengaruh terhadap
erodibilitas tanah (Wischmeier dan Mannering, 1969 ; Liebenow et al.,
1990).
a)
Tekstur
Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah,
ditentukan berdasarkan perbandingan butir-butir (fraksi) pasir (sand), debu
(silt) dan liat (caly). Fraksi pasir berukuran 2 mm – 50 μ lebih kasar
dibanding debu ( 50 μ – 2 μ) dan liat ( lebih kecil dari 2 μ). Karena ukurannya
yang kasar, maka tanah-tanah yang didominasi oleh fraksi pasir seperti
tanah-tanah yang tergolong dalam sub-ordo Psamment, akan melalukan air lebih
cepat ( kapasitas infiltrasi dan permeabilitas tinggi) dibandingkan dengan
tanah-tanah yang didominasi oleh fraksi debu dan liat. Kapasitas infiltrasi dan
permeabilitas yang tinggi, serta ukuran butir yang relatif lebih besar
menyebabkan tanah-tanah yang didominasi oleh pasir umumnya mempunyai tingkat
erodibilitas yang rendah. Tanah dengan kandungan pasir yang halus (0,01 mm – 50
μ ) tinggi juga mempunyai kapasitas infiltrasi cukup tinggi, akan tetapi jika
terjadi aliran permukaan, maka butir-butir halusnya akan mudah terangkut.
Debu merupakan fraksi tanah yang paling mudah
tererosi, karena selai mempunyai ukuran yang relatif halus, fraksi ini juga
tidak mempunyai kemampuan untuk membentuk ikatan ( tanpa adanya bantuan bahan
perekat/pengikat), karena tidak mempunyai muatan, maka fraksi ini dapat
membentuk ikatan. Meyer dan Harmon (1984) menyatakan bahwa tanah-tanah
bertekstur halus (didominasi liat) umumnya bersifat kohesif dan sulit untuk
dihancurkan. Walaupun demikian, bila kekuatan curah hujan atau aliran permukaan
mampu menghancurkan ikatan antar partikelnya, maka akan timbul bahan sedimen tersuspensi
yang mudah untuk terangkut atau terbawa aliran permukaan.
Fraksi halus ( dalam bentuk sedimen tersuspensi) juga
dapat menyumbat poro-pori tanah dilapisan permukaan akan meningkat. Akan
tetapi, jika tanah demikian mempunyai agregat yang mantap, yakni tidak mudah
terdispensi, maka penyerapan air ke dalam tanah masih cukup besar, sehingga
aliran permukaan dan erosi menjadi relatif tidak berbahaya (Arsyad, 2000).
Berikut
ini nilai ukuran butir-butir tanah (M) untuk suatu kelas tekstur tanah.
Tabel
nilai ukuran butir-butir tanah (M) untuk suatu kelas tekstur tanah
Kelas
tekstur tanah
|
Nilai
M
|
Kelas
tekstur tanah
|
Nilai
M
|
Lempung
berat
|
210
|
Geluh
lempung pasiran
|
2160
|
Lempung
sedang
|
750
|
Debu
|
8245
|
Lempung
ringan
|
1685
|
Geluh
debuan
|
6330
|
Lempung
debuan
|
2830
|
Geluh
|
4390
|
Lempung
pasiran
|
3245
|
Geluh
pasiran
|
3245
|
Geluh
lempung debuan
|
3770
|
Pasir
geluhan
|
4005
|
Geluh
lempung
|
2830
|
Pasir
|
3035
|
b)
Bahan organik
Bahan organik sangat berperan pada proses pembentukan
dan pengikatan serta menstabilkan agregat tanah. Pengikatan dan penstabilan
agregat tanah oleh bahan organik dapat dilakukan melalui pengikatan secara
fisik butir-butir primer tanah oleh mycelia jamur, actionmycetes, dan/atau akar-akar halus tanaman; dan pengikatan
secara kimia, yaitu dengan menggunakan gugus-gugus aktif dari bahan panjang,
atau gugusan positif ( gugus amine, amide, atau amino) pada senyawa organik
berbentuk rantai (polymer).
Bahan organik yang masih dalam bentuk serasah, seperti
daun, ranting, dan sebagainya yang belum hancur yang menutupi permukaan tanah,
merupakan pelindung tanah terhadap kekuatan perusak butir-butir hujan yang
jatuh. Bahan organik tersebut juga menghambat aliran permukaan, sehingga
kecepatan alirannya lebih lambat dan relatif tidak merusak. Bahan organik yang
sudah mengalami pelapukan mempunyai kemampuan menyerap dan menahan air yang
tinggi, sampai dua-tiga kali berat keringnya. Akan tetapi, kemampuan menyerap
air ini hanya merupakan faktor kecil dalam mempengaruhi kecepatan aliran permukaan.
Pengaruh utama bahan organik adalah memperlambat aliran permukaan, meningkatkan
infiltrasi, dan memantapkan agregat tanah (Arsyad, 2000).
Bahan
organik di dalam tanah jumlahnya tidak sama antara jenis tanah yang satu dengan
yang lainnya seperti Histosol yang mengandung bahan organik > 65 %.
Perbedaan kandungan bahan organik ini tergantung pada jenis tanah dan cara
pengelolaan tanah. Menurut Puslitanak (2005) Bogor ada beberapa kriteria dari
bahan organik sebagaimana disajikan pada Tabel 5.
Tabel
. Kriteria Bahan Organik.
No
|
Kriteria Bahan
Organik
|
Nilai
|
1.
|
Sangat tinggi
|
> 6.00
|
2.
|
Tinggi
|
4.30- 6.00
|
3.
|
Sedang
|
2.10- 4.20
|
4.
|
Rendah
|
1.00- 2.00
|
5.
|
Sangat rendah
|
< 1.00
|
Sumber
: Puslitanak (2005)
c)
Struktur/Agregasi tanah
Bentuk dan stabilitas agregat, serta persentase tanah
yang teragregasi sangat berperan dalam menentukan tingkat kepekaan tanah
terhadap erosi. Hasil penelitian Meyer dan Harmon (pooly aggregated). Tanah-tanah dengan tingkat agregasi tinggi,
berstruktur kersai atau granular, serang, tingkat penyerapan airnya lebih
tinggi dari pada tanah yang tidak berstruktur atau susunan butir-butir
primernya lebih rapat.
Selain
dipengaruhi oleh tekstur dan kandungan bahan organik, pembentukan
agregat tanah dipengaruhi jga oleh jumlah dan jenis kation yang diadsorbsi
liat. Pengaruh kandungan besi dan aluminium oksida terhadap tingkat erodiilitas
tanah, juga erat hubungannya dengan pembentukan dan penstabilan agregat tanah
(Liebenow et al., 1990). Besi dan
aluminium oksida membentuk dan meningkatkan kestabilan agregat tanah, melalui
peningkatan gugus-gugus negatif dari liat oleh gugus positif dari oksida-oksida
tersebut.
Stabilitas agregat tanah sangat berpengaruh terhadap
kematapan pori tanah. Tanah-tanah yang mudah terdispensi atau agregatnya tidak
stabil menyebabkan pori-porinya tanah juga mudah hancur atau tertutup/tersumbat
oleh liat atau debu (erosi internal), sehingga laju dan kapasitas infiltrasi
tanah mengalami penurunan.
Struktur
tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan keruangan
partikel-partikel tanah yang bergabung dengan satu dengan yang lain membentuk
agregat. Dalam tinjauan morfologi, struktur tanah diartikan sebagai susunan
partikel-partikel primer menjadi satu kelompok (cluster) yang disebut agregat
yang dapat dipisah-pisahkan kembali serta mempunyai sifat yang berbeda dari
sekumpulan partikel primer yang tidak teragregasi. Dalam tinjauan edafologi,
sejumlah faktor yang berkaitan dengan struktur tanah jauh lebih penting dari
sekedar bentuk agregat. Dalam hubungan tanah-tanaman, agihan ukuran pori,
stabilitas agregat, kemampuan teragregasi kembali saat kering dan kekerasan (hardness)
agregat jauh lebih penting dari ukuran dan bentuk agregat itu sendiri (Suci dan
Bambang, 2002).
Istilah
struktur tanah merujuk cara butiran-butiran tanah saling mengelompok secara
bersama-sama diikat oleh koloida tanah. Tingkat perkembangan struktur tanah
ditentukan berdasarkan atas kemantapan dan ketahanan bentuk struktur tanah
tersebut terhadap tekanan. Tanah dikatakan tidak berstruktur bila butir-butir
tanah tidak melekat satu sama lain atau saling melekat menjadi satu satuan yang
padu dan disebut massive atau pejal. Tanah dengan struktur yang baik mempunyai
tata udara yang baik, unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah
(Hardjowigeno, 2003).
Struktur
tanah sangat berpengaruh pada pertumbuhan akar dan bagian tanaman di atas
tanah. Apabila tanah padat maka ruang pori tanah berkurang sehingga pertumbuhan
akar terbatas yang akhirnya produksi menurun. Struktur tanah berpengaruh kuat
terhadap kerapatan isi tanah (Winarso, 2005).
Bentuk
dan stabilitas agregat serta persentase tanah yang teragregasi sangat berperan
dalam menetukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi. Tanah yang peka terhadap
erosi adalah tanah yang paling rendah persentase agregasinya. Tanah-tanah
dengan tingkat agregasi yang tinggi, berstruktur kersai, atau granular tingkat
penyerapan airnya lebih tinggi dari pada tanah yang tidak berstruktur atau
susunan butir-butir primernya lebih rapat (Meyer dan Harmon, 1984).
Dalam menentukan
erodibilitas tanah perlu memperhatikan keadaan struktur tanah dalam ukuran
diameter yang dapat dilihat pada Tabel.
Tabel . Penilaian Kelas
Struktur Tanah (Ukuran Diameter)
No
|
Struktur
|
Kelas
|
1.
|
Granuler sangat halus
|
1
|
2.
|
Granuler halus
|
2
|
3.
|
Granuler sedang sampai kasar
|
3
|
4.
|
Masif kubus, lempeng
|
4
|
Sumber
: Utomo (1989).
d)
Jenis mineral
Jenis mineral sangat erat hubungannya dengan
sifat-sifat tanah yang dihasilkan. Liat yang mempunyai nisbah silika terhadap sesquioksida [SiO2/(Fe2O3+Al2
O3 )] lebih besar dari nilai kritikal (>2), umumnya plastis
dan mengembang jika basah, sedangkan yang mempunyai nisbah <2 umumnya kersai
dan tidak mudah tererosi. Mineral liat smektit (montmorillonit) mempunyai
nisbah silika terhadap sesquioksida yang
tinggi, dan diketahui bahwa tanah-tanah yang banyak mengandung liat ini
bersifat mengembang dan plastis jika basah, sehingga agregatnya tidak begitu
stabil dalam air, dan oleh karenanya
mudah tererosi. Mineral liat kaolinit yang mempunyai nisbah silika terhadap sesquioksida rendah, bersifat tidak
mengembang dan hanya sedikit plastis jika basah, dan membentuk agregat yang
stabil. Kepekaan erosi tanah dengan mineral liat ilit berbeda di antara liat
smektit ( montmorillonit) dan kaolinit. Oxisol, yang mengandung sesquioksida tinggi dan silika yang
rendah, membentuk agregat yang stabil dan tahan terhadap erosi (Arsyad, 2000).
e)
Kedalaman dan sifat lapisan tanah
Karakteristik profil tanah yang sangat menentukan
tingkat erodibilitas tanah adalah kedalaman tanah dan sifat lapisan tanah.
Kedalaman tanah sampai lapisan kedepan atau bahan induk akan menentukan jumlah
air yang meresap ke dalam tanah. Sedangkan sifat lapisan tanah sangat
berpengaruh terhadap laju peresapan air kedalam tanah. Selanjtnya, jumlah dan
laju peresapan air ke dalam tanah sampai lapisan kedap sangat menentukan
besarnya aliran permukaan, dan hal ini sangat menentukan besarnya aliran
permukaan. Tanah-tanah yang dangkal seperti Etinol, umumnya mempunyai kemampuan
untuk menampung air relatif rendah. Sedangkan pada tanah-tanah yang tergolong
Ultisol atau Alfisol, keberadaan horizon bawah permukaan yang tergolong
Ultisol, keberadaan horizon bawah proses peresapan air ke dalam tanah.
Selanjutnya menurut Veiche (2002), karakteristik
penampang tanah, khususnya kedalaman tanah dan sifat-sifat lapisan tanah, juga
akan berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman. Pertumbuhan vegetatif
tanaman yang cepat akan memperbesar kebutuhan air untuk proses
evapotranspirasi, sehingga kandungan air di dalam tanah akan cepat menurun, termasuk
air di dalam pori akan menjadi cepat kosong yang memungkinkan terjadinya
penyerapan air dari hujan berikutnya.
f)
Kesuburan tanah
Pengaruh kesuburan tanah terhadap eridibilitas tanah
berpangkal pada kaitannya dengan pertumbuhan tanaman. Pada tanah yang relatif
lebih subur, pertumbuhan tanaman akan relatif lebih baik. Hal ini akan
berdampak pada tingkat kemampuan penyerapan air oleh tanah. Pada in situ akan lebih terjamin. Seperti
telah diuraikan sebelumnya bahwa peranan bahan organik dalam menentukan kepekaan
tanah terhadap erosi sangat penting.
g)
Permeabilitas
Tanah
Permeabilitas tanah adalah kecepatan air
menembus tanah pada periode tertentu dan dinyatakan dalam cm/jam (Foth, 1978).
Sedangkan menurut Hakim dkk (1986) permeabilitas tanah adalah menyatakan
kemampuan tanah melalukan air yang bisa diukur dengan menggunakan air dalam
waktu tertentu.
Nilai permeabilitas penting dalam menentukan
penggunaan dan pengelolaan praktis tanah. Permeabilitas mempengaruhi penetrasi
akar, laju penetrasi air, laju absorpsi air, drainase internal dan pencucian
unsur hara (Donahue, 1984).
Faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas
tanah menurut Hillel (1971) antara lain adalah tekstur tanah, porositas dan
distribusi ukuran pori, stabilitas agregat dan stabilitas struktur tanah serta
kadar bahan organik tanah. Ditegaskan lagi bahwa hubungan yang lebih utama
terhadap permeabilitas tanah adalah distribusi ukuran pori sedangkan faktor-
faktor yang lain hanya ikut menentukan porositas dan distribusi ukuran pori.
Tekstur kasar menurut Anonimous (2008) mempunyai permeabilitas yang tinggi
dibandingkan dengan tekstur yang halus karena tekstur kasar mempunyai pori
makro dalam jumlah banyak sehingga umumnya tanah-tanah yang didominasi oleh
tekstur kasar seperti pasir umumnya mempunyai tingkat erodibilitas tanah yang
rendah.
Permeabilitas tanah juga dapat diukur dengan
menggunakan metode Hukum Darcy. Tanah di lapangan pada umumnya berlapis, pada
pasir nilai permeabilitas lapangan dan laboratorium jelas berbeda akibat proses
sedimentasi dalam pembentukan deposit tanah, struktur tanah di lapangan dapat
berubah atau hilang karena contoh tanah yang tidak terganggu tidak dapat diuji
(Bowles, 1991)
Nilai permeabilitas dapat ditentukan dengan
data lapangan dan data analisis laboratorium berbeda Nilai permeabilitas tanah
ditetapkan dalam keadaan jenuh.
Penentuan kelas permeabilitas tanah dapat
dilihat pada Tabel yang merupakan permeabilitas dalam menentukan erodibilitas
tanah.
Tabel Penilaian Kelas Permeabilitas Tanah- Tanah.
No
|
Kelas Kecepatan Permeabilitas
Tanah
|
Kelas
|
1.
|
Sangat lambat (< 0,5 cm/jam)
|
6
|
2.
|
Lambat (0,5-2 cm/jam )
|
5
|
3.
|
Lambat sampai sedang (2,0-6,3 cm/ jam)
|
4
|
4.
|
Sedang (6.3-12,7 cm/jam)
|
3
|
5.
|
Sedang sampai cepat (12,7- 25,4 cm/jam)
|
2
|
6.
|
Cepat (> 25, 4 cm/jam)
|
1
|
Sumber : Penuntun Praktikum Fisika
Tanah, Departemen Ilmu Tanah, FP- USU(2003).
2.3. Pengukuran
erodibilitas tanah
Erodibilitas tanah sangat penting untuk diketahui agar
tindakan konservasi dan pengelolaan tanah dapat dilaksanakan secara lebih tepat
dan terarah. Namun demikian, Veiche (2002) mengatakan bahwa konsep dari
erodibilitas tanah dan bagaimana cara menilainya merupakan suatu hal yang
bersifat kompleks atau tidak sederhana, karena erodibilitas dipengaruhi oleh
banyak sekali sifat-sifat tanah. Berbagai usaha telah banyak dilakukan untuk
mendapatkan suatu indeks erodibilitas tanah yang relatif lebih sederhana, baik
didasarkan ada sifat-sifat tanah yang ditetapkan di laboratorium maupun di
lapangan, atau didasarkan keragaan (responden) terhadap hujan (Arsyad, 2000).
Wischmeier dan Smith (1978) telah mengembangkan konsep
erodibilitas tanah yang cukup populer, dalam hal ini faktor erodibilitas tanah
(K) didefinisikan sebagai besarnya erosi persatuan indeks erosi hujan untuk
suatu tanah dalam keadaan standar, yakni tanah terus-menerus diberakan (fallow)
terletak pada lereng sepanjang 22 m, berlereng 9% dengan bentuk lereng seragam.
Dari hasil percobaan sistem petak kecil/standar tersebut, nilai erodibilitas tanah
dapat dihitung dengan persamaan :
K
= A/R
Dimana : K
= faktor erodibilitas tanah
A
= erosi tanah (t ha-1 tahun-1)
R
= faktor erosifitas curah hujan
Tinggi
rendahnya tingkat erodibilitas tanah ( dapat disebut sebagai kelas erodibilitas
tanah), berdasarkan rekomendasi USDA-SCS (1973, dalam Danger dan El-Swaify, 1976) dibagi kedalam enam kelas
erodibilitas tanah sebagai berikut :
Tabel kelas
erodibilitas tanah menurut USDA-SCS (1973, dalam
Danger dan El-Swaify, 1976)
Kelas USDA-SCS
|
Nilai K
|
Uraian kelas
|
1
|
0 -0,10
|
Sangat rendah
|
2
|
0,11 – 0,20
|
Rendah
|
3
|
0,21 – 0,32
|
Sedang
|
4
|
0,33 – 0,43
|
Agak tinggi
|
5
|
0,44 – 0,55
|
Tinggi
|
6
|
0,56 -0,64
|
Sangat tinggi
|
2.4. Prediksi
erodibilitas tanah
Salah satu persamaan yang pertama kali dikembangkan
untuk mempelajari erosi adalah yang disebut persamaan Musgrave, yang
selanjutnya berkembang menjadi persamaan
yang banyak dipakai sampai sekarang yaitu Universal Soil Loss Equation (USLE). USLE memungkinkan memprediksi
laju erosi rata-rata suatu lahan pada suatu kemiringan dengan pola hujan
tertentu untuk setiap macam jenis tanah dan penerapan pengelolaan lahan.
Persamaan tersebut dapat juga memprediksi erosi pada lahan-lahan non pertanian,
tapi tidak dapat untuk memprediksi pengendapan dan tidak memperhitungkan hasil
sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai (Suripin, 2004).
Prediksi
tingkat erosi tanah dihitung dengan menggunakan persamaan seperti dikemukakan
oleh Wischmeir dan Smith (1978) dalam Asdak (2002), dan dikenal sebagai
persamaan USLE:
A = R.K.L.S.C.P
A= Besarnya kehilangan tanah atau erosi
(ton/ha/tahun).
R=
Faktor erosivitas (kJ/ha).
K= Faktor erodibilitas tanah (ton/kJ).
L= Faktor panjang dan kemiringan lereng.
C= Faktor penutup tanah dan cara bercocok
tanam.
P = Faktor tindakan konservasi.
a.
Faktor
Erosivitas Hujan, R
Erosivitas merupakan kemampuan hujan dalam mengerosi tanah. Faktor iklim
yang besar pengaruhnya terhadap erosi tanah adalah hujan, temperatur dan suhu.
Sejauh ini hujan merupakan faktor yang paling penting. Hujan
menyebabkan erosi tanah melalui dua jalan yaitu pelepasan butiran tanah oleh
pukulan air hujan pada permukaan tanah dan kontribusi hujan terhadap aliran.
Jumlah hujan yang yang besar tidak selalu menyebabkan erosi berat jika
intensitasnya rendah, dan sebaliknya hujan lebat dalam waktu singkat mungkin
juga hanya menyebabkan sedikit erosi karena jumlah hujannya hanya sedikit. Jika
jumlah dan intensitas hujan keduanya tinggi, maka erosi tanah yang terjadi
cenderung tinggi (Suripin, 2004).
Metode
perhitungan erosivitas curah hujan tergantung pada jenis data curah hujan yang
tersedia. Menggunakan rumus Bols jika diketahui jumlah curah hujan bulanan,
jumlah hari hujan bulanan, dan curah hujan harian rata-rata maksimal bulanan
tertentu.
Rm
= 6,119 x (Rain)m1,211 x (Days)m -0,474
x (Max P)m 0,526
R
=
Di
mana :
R =
Erosivitas curah hujan tahunan
Rm = indeks erosivitas curah hujan bulanan
rata-rata
(Rain)m =
jumlah curah hujan bulanan rata-rata (cm)
(Days)m =
jumlah hari hujan bulanan pada bulan tertentu (hari)
(Max P)m=
curah hujan harian maksimal pada bulan tertentu (cm)
Erodibilitas
tanah merupakan faktor kepekaan tanah terhadap erosi. Nilai erodibilitas tanah
yang tinggi pada suatu lahan menyebabkan erosi yang terjadi menjadi lebih besar
dan sebaliknya. Faktor erodibilitas tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah
dan juga kandungan bahan organik tanah. Penentuan nilai erodibilitas tanah
dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) dengan menggunakan nomograf pada
Lampiran 6j yang berdasarkan pada sifat-sifat tanah yang mempengaruhinya
meliputi tekstur, struktur, kadar bahan organik dan permeabilitas tanah
(Suripin, 2004).
Tabel
. Klasifikasi erodibilitas tanah
No
|
Kelas
|
Nilai K
|
Harkat
|
1
|
I
|
0.00-0.10
|
Sangat rendah
|
2
|
II
|
0.11-0.20
|
Rendah
|
3
|
III
|
0.21-0.32
|
Sedang
|
4
|
IV
|
0.33-0.40
|
Agak tinggi
|
5
|
V
|
0.41-0.55
|
Tinggi
|
6
|
VI
|
0.56-0.64
|
Sangat
tinggi
|
Sumber
: RTL-RLKT Departemen Kehutanan, 1995.
c.
Faktor
Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)
Faktor panjang
lereng merupakan perbandingan tanah yang tererosi pada suatu panjang lereng
terhadap tanah tererosi pada panjang lereng 22,1 m, sedangkan faktor kemiringan
lereng adalah perbandingan tanah yang tererosi pada suatu kemiringan lahan
terhadap tanah yang tererosi pada kemiringan lahan 9% untuk kondisi permukaan
lahan yang sama (Suripin, 2004).
Aplikasi sistem
informasi geografis memerlukan data Digital
Elevation Model (DEM) untuk
menghasilkan gambaran faktor LS yang lebih spesifik dalam setiap pixelnya.
Formula untuk menentukan nilai faktor LS berbasis DEM dalam SIG
mempertimbangkan heterogenitas lereng serta mengutamakan arah dan akumulasi
aliran dalam perhitungannya. Asumsi yang dipergunakan adalah nilai faktor LS
akan berbeda antara lereng bagian atas dan bagian bawah. Nilai LS akan lebih
besar ditempat terjadinya akumulasi aliran dari pada dilereng bagian atas
walaupun mempunyai panjang lereng dan kemiringan lereng yang sama (Anonim, 2011a).
Perhitungan nilai indeks faktor kemiringan lereng (LS)
menggunakan rumus sebagai berikut :
LS = √ L (0,0138 + 0,00965.S + 0,00138.S2)
Keterangan :
S = kemiringan lereng (%)
L = panjang lereng (m)
Moore
dan Burch telah mengembangkan suatu persamaan untuk menghitung nilai LS dengan memanfaatkan data DEM dalam
sistem informasi geografis. Adapun persamaan yang
digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Engel (2003) dengan rumus sebagai
berikut :
LS= (X × CZ/22.13)^0.4 × (sin S/0.0896)^1.3
LS = Faktor Lereng
X = Akumulasi Aliran
CZ =
Ukuran pixel S = Kemiringan lereng (%)
Semakin
panjang lereng dan kemiringan lereng maka kerusakan dan penghancuran atau
berlangsungnya erosi akan lebih besar. Dimana semakin panjang lereng pada tanah
akan semakin besar pula kecepatan aliran air di permukaannya sehingga
pengikisan terhadap bagian-bagian tanah akan semakin besar (Kartasapoetra,
1988).
Tabel ..Klasifikasi Kemiringan Lereng
Kelas
|
Lereng (%)
|
Keterangan
|
I
|
0-8
|
Datar
|
II
|
9-15
|
Landai
|
III
|
16-25
|
Agak curam
|
IV
|
26-40
|
Curam
|
V
|
>40
|
Sangat curam
|
Sumber : RTL-RLKT Departemen Kehutanan, 1995.
d.
Faktor
Pengelolaan Tanaman (C)
Faktor C menunjukkan keseluruhan pengaruh dari
vegetasi, kondisi permukaan tanah, dan pengelolaan lahan terhadap besarnya
tanah yang hilang (erosi). Faktor pengelolaan tanaman menggambarkan nisbah
antara besarnya erosi lahan yang ditanami dengan tanaman tertentu dengan
pengelolaan tertentu terhadap besarnya erosi tanah yang tidak ditanami dan
diolah bersih dalam keadaan identik (Suripin, 2004).
Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan
erosi dapat dibagi dalam (1) intersepsi air hujan, (2) mengurangi kecepatan
aliran permukaan dan kekuatan perusak hujan dan aliran permukaan, (3) pengaruh
akar, bahan organik sisa-sisa tumbuhan yang jatuh dipermukaan tanah, dan
kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan
pengaruhnya terhadap stabilitas struktur porositas tanah dan, (4) transpirasi
yang mengakibatkan berkurangnya kandungan air tanah (Arsyad, 2010).
Tabel .Nilai Faktor Pengelolaan
Tanaman (C)
Penggunaan Lahan
|
Nilai C
|
Tanah terbuka, tanpa tanaman
|
1,0
|
Hutan
|
0,001
|
Sawah
|
0,01
|
Tanah kosong tak diolah
|
0,95
|
Tegalan
|
0,7
|
Ladang
|
0,4
|
Padang
Rumput
|
0,3
|
Kebun
Campuran, kerapatan tinggi
|
0,1
|
Kebun
Campuran, kerapatan sedang
|
0,2
|
Kebun
Campuran, kerapatan rendah
|
0,5
|
Semak
Belukar
|
0,3
|
Padi
gogo – kedelai
Sorgum
Tanah
kosong tak diolah
|
0,55
0,95
0,45
|
Talas
Ubi
kayu + kacang tanah
|
0,86
0,26
|
Ubi
kayu + jagung – kacang tanah
|
0,45
|
Sorghum
|
0,242
|
Tambak
|
0.01
|
Sumber: RTL-RLKT Departemen Kehutanan, 1995.
e.
Faktor
Upaya Pengelolaan Konservasi (P)
Nilai faktor tindakan konservasi tanah (P) adalah
nisbah antara besarnya erosi dari lahan dengan suatu tindakan konservasi
tertentu terhadap besarnya erosi pada lahan tanpa tindakan konservasi dalam
keadaan identik. Termasuk dalam tindakan konservasi tanah adalah pengolahan
tanah menurut kontur, guludan, dan teras. Di ladang pertanian, besarnya faktor
P menunjukkan jenis aktivitas pengolahan tanah seperti pencangkulan dan
persiapan tanah lainnya. (Suripin, 2004).
Tabel .Nilai Faktor Upaya
Pengelolaan Konservasi (P)
Teknik Konservasi Tanah
|
Nilai P
|
Teras
bangku, baik
|
0,04
|
Teras
bangku, sedang
|
0,15
|
Teras
bangku, kurang baik
|
0,35
|
Teras
tradisional
|
0,40
|
Teras
gulud
|
0,01
|
Kontur
cropping kemiringan 0-8%
|
0,50
|
Kontur
cropping kemiringan 9-20%
|
0,75
|
Kontur
cropping kemiringan 20%
|
0,9
|
Alang-alang
|
0,021
|
Padang
rumput bagus
|
0,04
|
Padang
rumput jelek
|
0,40
|
Jagung-padi
gogo+ubi kayu-kedelai/kacang tanah
|
0,421
|
Strip
crotolaria
|
0,5
|
Mulsa
jerami sebanyak 3 t/ha/th
|
0,25
|
Mulsa
jerami sebanyak 1 t/ha/th
|
0,60
|
Mulsa
kacang tanah
|
0,75
|
Teras
bangku:kacang tanah
Tanpa
tindakan konservasi
|
0,09
1,00
|
Sumber : RTL-RLKT Departemen Kehutanan,
1995.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Erodibilitas
tanah adalah mudah tidaknya suatu tanah tererosi atau mudah tidaknya suatu
tanah untuk dihancurkan oleh kekuatan jatuhnya butir-butir hujan, dan/atau oleh
kekuatan aliran permukaan.
Universal Soil
Loss Equation (USLE) memungkinkan
memprediksi laju erosi rata-rata suatu lahan pada suatu kemiringan dengan pola
hujan tertentu untuk setiap macam jenis tanah dan penerapan pengelolaan lahan
dengan melihat beberapa faktor yaitu erosivitas hujan, erodibilitas tanah,
kemiringan lereng, panjang lereng, penutup tanah, dan tindakan konservasi.
Dari metode USLE
ini terhadap Erodibilitas tanah, kita dapat melihat dan menunjukkan bahaya
erosi di suatu tempat pengamatan, tingkat bahaya erosi tertinggi, dan penurunan
laju erosi dapat diusahakan dengan melaksanakan arahan konservasi yang tepat
seperti penanaman enutup tanah rapat dan perbaikan konstruksi teras.
4.2. Saran
Jangan
berpatukan pada satu metode saja, dalam pengamatan coba dengan metode lainnya
dan bandingkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011a. Jurnal Prediksi Erosi
berbasis pixel. http://mbojo.wordpress.com
201001jurnal-prediksi-erosi-sigberbasis-pixel.pdf.
Tanggal
akses 2 Maret 2011.
Anonim. 2011b. Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Daerah Aliran
Sungai. http://www.dephut.go.id/
INFORMASI/RLPS/14_167_04.pdf. Tanggal akses 2 Maret 2011.
Arsyad,
S., 2010. Konservasi Tanah dan Air.
IPB Press, Institut Pertanian Bogor: Bogor.
semoga bermanfaat dan bisa menjadi pedoman.
BalasHapusmakasi mass sangat membantu,,,
BalasHapus